Jumat, 18 Mei 2012

WAHAI PEMUDA, MENIKAHLAH!



         Kian suram saja potret muda-mudi Islam saat ini. Betapa tidak. Coba kita perhatikan prilaku remaja saat ini. Era globalisasi yang tengah kita rasakan saat ini ,seolah menjadikan mereka lalai akan pentingnya menjaga hubungan dengan lawan jenis.

            Remaja yang harusnya sibuk menuntut ilmu, kini berputar haluan menjadi sibuk menjalin hubungan dengan lawan jenis atau yang biasa disebut dengan pacaran. Ya! dapat kita ketahui bersama bahwa saat ini pacaran sudah sangat membumi di masyarakat kita, bahkan sudah menjadi hal yang lumrah. Mirisnya lagi, seseorang yang tidak melakukan pacaran dikatakan kurang pergaulan dan lain sebagainya. Sudah selayaknya perkara ini menjadi renungan bagi setiap kita. Adakah Islam membenarkan hal ini?

            “Dan janganlah kamu mendekati zina; zina itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’:32)

            Jelas dan tegas sekali firman Allah di atas. Islam sangat melarang keras adanya aksi pacaran yang justru marak dilakukan oleh muda-mudi saat ini. Sebab mustahil pacaran tanpa zina. Perhatikan saja perilaku orang-orang yang berpacaran, mereka sering kali menghabiskan waktu berduaan, berpegangan tangan bahkan saling bermesraan padahal jelas tidak ada ikatan halal di antara mereka.

            “Janganlah seorang laki-laki menyendiri dengan seorang perempuan, melainkan setan menjadi pihak ketiganya.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Al-Hakim)

            Kembali pada firman Allah dalam surah Al Isra’ di atas, Allah tidak mengatakan “janganlah kamu berzina” tetapi “janganlah kamu mendekati zina”. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa jangankan berzina, mendekatinya saja kita tidak diperkenankan. Dan satu-satunya jalan yang paling mendekati zina adalah pacaran. Inilah sebab mengapa islam tidak membenarkan pacaran bagi yang belum menikah.


Anjuran Menikah
            Ternyata Islam juga menawarkan solusi untuk permasalahan di atas.  Islam menganjurkan untuk segera menikah bagi mereka yang merasa siap secara lahir maupun batin, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

            “Wahai kaum pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu, maka hendaknya menikah, karena ia lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa dapat mengekangnya.” (Muttafaq ‘Alaih)

            Kebanyakan dari kita enggan memilih menikah terlalu cepat dan kebanyakan alasannya adalah belum mumpuni dan ekonomi belum mencukupi. Tidak sepenuhnya salah jika kita beralasan demikian, tetapi ada yang perlu kita ketahui bahwa menikah adalah sunnah rasul yang dapat menyempurnakan setengah dari agama kita.
            “Jika seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh yang tersisa.” (HR. Baihaqi)

            Dan Allah juga menjawab tentang kekhawatiran kita terhadap rezeki ketika memutuskan untuk menikah, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Annur ayat ke 32.

            “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan, jika mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka mampu dengan karuniaNya.”

            Lalu mengapa sebenarnya Islam menekankan pada kita untuk menyegerakan pernikahan. Beberapa point telah disebutkan di atas bahwa menikah adalah sunnah Rasul dan dapat membukakan pintu rezeki. Selain itu menikah juga dapat menjauhkan kita dari zina yang sunnguh setiap kita akan terjerumus di dalamnya.

            “Telah tertulis atas anak Adam nasibnya dari zina. Akan bertemu dalam hidupnya, tidak bisa tidak. Maka kedua mata, zinanya adalah memandang. Kedua telinga, zinanya berupa menyimak dengarkan. Lisan, zinanya berkata. Tangan, Zinanya menyentuh. Kaki, zinanya berjalan. Dan zinanya hati adalah ingin dan angan-angan. Maka dibenarkan hal ini oleh kemaluan, atau didustakannya.’ (HR. Muslim)

            Tak dapat dibayangkan jika kita terus-terusan melakukan perzinahan yang terkadang tidak kita sadari. Bisa jadi tauhid kita telah rusak karena zina, sebab ketika kita sibuk memikirkan seseorang dari lawan jenis, kita menjadi lupa mengingat Allah. Dan posisi iman pun mulai tergantikan dengan sosoknya. Waktu yang harusnya dipergunakan untuk ibadah justru dipenuhi dengan maksiat zina, lambat laun hati pun menjadi tertutup. na’udzubillahi min dzalik. Lantas maukah kita disebut sebagai orang musyrik karena telah menduakan Allah dengan zina.

            “Wahai ummat Muhammad. Demi Allah saat hamba laki-laki berzina, dan saat hamba perempuan berzina, tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah ta’ala. Demi Allah, wahai ummat Muhammad, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kalian akan lebih banyak menangis daripada tertawa.” (HR. Bukhori dan Muslim)

            Maka menikahlah! Dan semoga dengannya hati menjadi terpelihara dari zina dan menjadi penyempurna dien dari setiap kita.

RESENSI BUKU




Judul               : Sebulan Hafal Al-Qur’an
Pengarang       : Ir. Amjad Qasim
Penerbit           : Zamzam
Tahun Terbit    :   Cetakan kedua, Agustus 2010
Tebal               : 132 halaman
ISBN               : 978-602-96193-9-3

JURUS JITU MENGHAFAL AL-QUR’AN

Bagaimana pun kesibukan dan kemampuan Anda, Anda adalah calon penghafal Al-Qur’an
(Ir. Amjad Qasim)

            Sebagian besar dari kita umat Islam pastilah memiliki keinginan yang kuat untuk bisa menghafalkan Al-Qur’an, sebab ada sebuah hadits riwayat Baihaqi yang mengatakan bahwa orang yang paling mulia adalah mereka para penghafal Al-Qur’an atau biasa disebut dengan hafizh.

            Menghafal. Sungguh bukanlah perkara mudah bagi sebagian besar kita. Sering pula kita merasa bahwa menghafal itu adalah persoalan yang pelik lagi membosankan. Karena di balik keinginan kuat kita untuk bisa mengahafal, ada rasa pesimis yang mendalam. Pesimis akan kemampuan otak kita yang terbatas. Padahal Allah swt sudah menganugerahkan pada kita kapasitas otak yang luar biasa.

            Prof. Mark Ruzenzan dari Universitas California, bertahun-tahun melakukan riset tentang kapasitas yang dimiliki ingatan manusia. Ia menemukan bahwa kapasitas memori manusia sangat besar sekali dan tak seorang pun mampu menghitungnya. Dan otak manusia itu mampu melakukan 400 juta proses perhitungan setiap menit. Tidak hanya itu, otak manusia juga ternyata mampu memproses hingga 30 milyar informasi di setiap detik.

            Dari keterangan di atas, dapat kita ketahui bahwa kita manusia benar-benar sudah dianugerahkan otak yang istemewa, maka dapat kita simpulkan bahwa kesulitan dalam mengahafal bukanlah terletak pada kapasitas otak yang kita miliki, tetapi lebih cenderung pada niat dan kemauan kita dalam melaksanakannya.

            Buku ‘Sebulan Hafal Al-Qur’an’ hadir untuk memberikan solusi berbagai macam perkara sulitnya dalam menghafalkan Al-Qur’an. Dalam buku ini, Ir. Amjad Qasim membagikan jurus-jurus jitunya agar kita dapat menghafalkan Al-Qur’an dengan mudah dan dalam kurun waktu yang relatif singkat. Seperti yang telah di paparkan di atas. Niat adalah unsur utama dalam menghafal. Sebab segala perbuatan itu tergantung pada niatnya. Jadi, hal pertama yang harus kita perhatikan untuk dapat mengahafalkan Al-Qur’an adalah niat. Dan tentunya niat yang paling baik adalah niat untuk merengkuh ridha Allah dan memperoleh pahala dariNya.

            Setelah memperbaharui niat, kunci keduanya adalah sugesti akal. Mungkin kita kerap kali mendengar kalimat “Anda adalah apa yang Anda pikirkan.” Sama halnya dalam menghafalkan Al-Qur’anul karim. Kita seolah dituntut untuk bisa berpikir positif, agar segalanya terasa lebih mudah. Dimulai dengan menuliskannya pada selembar kertas. Tuliskan bahwa kita mampu untuk menghafalkan Al-Qur’an Dan selain menuliskannya maka kita juga harus mengucapkannya berulang-ulang. Semakin sering diulang oleh akal sadar, akan dibenarkan oleh akal batin. Itulah yang disebut dengan sugesti akal.

            Selanjutnya, hal yang terpenting lainnya adalah motivasi diri. Sebab semua orang dikendalikan oleh motivasi yang mereka tanamkan dalam diri mereka. Salah satu cara untuk meningkatkan motivasi diri adalah dengan memberikan hadiah pada diri sendiri. Misalnya ketika kita telah berhasil menghafalkan suatu surah, maka berilah dirimu hadiah berbentuk barang. Agar semangat tetap membara dalam jiwamu. Selain itu, ada baiknya pula bila kita meneladani seseorang yang bagi kita dapat memotivasi kita dalam mengahafal. Dan tak ada sosok teladan yang lebih baik selain Rasullah Saw.

            Setelah memantapkan motivasi diri, langkah selanjutnya adalah manajemen waktu dan menentukan target. Manajemen waktu adalah salah satu unsur penting dalam menghafal, maka dari itu kita harus pandai-pandai dalam mengatur waktu kita. Buatlahlah jadwal agenda kita setiap harinya, selipkan pula jadwal mengahafal dan jumlah ayat yang akan kita hafalkan dalam setiap harinya. Selain itu, tempat menghafal juga merupakan faktor pendukung dalam mengahafal, maka dari itu pilihlah tempat yang paling kondusif , karena kita akan mudah untuk mengahafal jika keadaan di sekitar kita mendukung.

            Dalam buku terbitan zamzam ini, penulis juga menegaskan bahwa unsur utama yang menentukan kita berhasil atau tidak dalam menghafal adalah keseriusan kita melakukannya. Diperlukan kosentrasi dan komitmen yang tinggi di dalamnya. Serta kita dituntut agar kita sering mengulang-ngulangnya dan hendaknya kita hanya menggunakan satu mushaf saja dalam menghafal, dengan begitu kita akan lebih mudah dalam mengingat.

            Menariknya, penulis juga menyajikan tips agar hafalan kita tak mudah hilang begitu saja. Salah satunya dengan mengaplikasikannya dalam sholat, gunakanlah ayat-ayat yang sudah kita hafalkan di dalam sholat, dan perbanyaklah sholat-sholat sunah. Karena dengan begitu secara otomatis kita pun akan sering mengulang hafalan kita. Dan agar hafalan kita tetap lekat dalam ingatan, maka perkuatlah ia dengan doa. Sebab tak ada sesuatu yang dapat terjadi tanpa seizinNya.

            Diharapkan setelah membaca buku ini, pembaca mendapatkan nutrisi baru yang dapat menyehatkan jiwa Anda calon penghafal Al-Qur’an. Bahasa yang ringan lagi sitematis, membuat buku ini mudah dipahami dan dipraktekkan dalam kehidupan. Semoga saya dan Anda dapat menjadi seorang hafizh.


RESEP AGAR ISTIQOMAH



“Yaa Muqollibal quluub, tsabbit qolbii ‘ala diinika” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)

            Siapapun di antara kita pastilah ingin terus istiqomah di atas jalan yang haq. Namun permasalahan istiqomah memang bukanlah perkara yang mudah, butuh perjuangan ekstra untuk bisa mewujudkannya. Sebab kita manusia selalu lebih cenderung pada keburukan. Maka tak salah jika kita mengamalkan doa yang di ajarkan oleh Rasullah SAW di atas. Karena beliau pun senantiasa mengamalkannya, hal ini menunjukkan bahwa tak seorang pun dari kita dapat memastikan bahwa kita akan terus istiqomah di atas iman dan islam.

            Terkait masalah istiqomah, Rasullah SAW pernah didatangi oleh seorang lelaki, kemudian lelaki itu bertanya: “Wahai Rasullah, katakanlah kepadaku satu ungkapan tentang Islam, yang saya tidak memintanya kepada seorang pun kecuali kepadamu.” Rasullah SAW bersabda “Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah’”. (HR. Muslim)

            Lagi-lagi kita kembali diingatkan bahwa istiqomah adalah perkara yang urgen. Lalu hal apa saja yang dapat membuat kita istiqomah hingga akhir hayat kita. Berikut jawabannya:

1.      Mengikhlaskan niat dan amalan hanya kepada Allah Ta’ala

Niat adalah suatu perkara yang harus senantiasa kita perbaiki dalam tiap perbuatan kita, karena niat dapat berubah sewaktu-waktu. Suatu amal itu bernilai baik atau buruk tergantung dari niatnya. Di sinilah kita sebagai seorang hamba dituntut untuk senantiasa memurnikan niat hanya untuk Allah ta’ala dengan tujuan agar mendapatkan ridho dariNya.
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaatiNya semata-mata karena (menjalankan) agama.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

2.      Mengikuti sunnah Rasullah SAW

Yang dikatakan istiqomah adalah istiqomah dalam hal kebaikan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasullah SAW, jadi bukan disebut istiqomah jika kita tekun mengamalkan amalan yang tidak diajarkan oleh Rasullah SAW.

Dari Abu narjih, Al ‘Irbad bin sariyah Radhiallhu ‘anhu ia berkata: ‘”Rasulullah telah memberi nasehat kepada kami dengan satu nasehat yang menggetarkan hati dan membuat airmata bercucuran”, kami bertanya ‘Wahai Rasullah, nasehat itu seakan-akan nasehat dari orang yang akan berpisah selamanya (meninggal), maka berilah kami nasehat’, Rasulullah bersabda “Saya memberi nasehat kepadamu agar tetap bertaqwa kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan ta’at meskipun yang memerintahmu seorang hamba sahaya (budak). Sesungguhnya barangsiapa di anatara kalian masih hidup niscaya akan menyaksikan banyak perselisihan. Karena itu berpeganglah pada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah olehmu hal-hal yang baru karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat. “ (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

3.      Menuntut ilmu syar’i dan sering duduk di Majelis ilmu

Keistiqomahan akan lahir apabila kita sering duduk di majelis ilmu bersama dengan orang-orang sholih. Sebab hanya di majelis ilmulah kita menemukan wajah-wajah para perindu surga, dengan begitu keinginan untuk terus berlomba-lomba dalam kebaikan akan hadir dengan sendirinya. Rasullah SAW bersabda:

“Apabila kamu melewati taman-taman surga, mak minumlah sampai puas”, para sahabat bertanya “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan taman-taman surga itu?” Rasul menjawab “Majelis-majelis ilmu.” (HR. Thabrani)

4.      Berteman dengan orang yang baik akhlaknya (sholih)

“Seseorang berada di atas agama sahabat karibnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan siapakah yang menjadi sahabat karibnya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Memilih teman dekat adalah prioritas utama dalam Islam, sebab seorang teman sangat berpengaruh untuk kita, maka hendaklah kita hanya berteman dengan orang-orang yang baik akhlaknya. Yang senantiasa bisa memberikan teladan yang baik pada kita, senantiasa mengingatkan kita akan kebaikan, karena merekalah sebaik-baik teman.

5.      Meninggalkan Ma’siat

Ketika melakukan suatu kejahatan (ma’siat) maka pada hakikatnya akan tercipta satu noda di hati kita. Dan noda tersebut akan terus bertambah seiring dengan seringnya kita melakukan ma’siat hingga lambat laun hati kita menjadi pekat. Demikianlah perumpaan orang yang berma’siat. Hati menjadi sulit menerima hidayah dan dengan begitu ia akan jatuh pada kefuturan sebab tak ada lagi lentera dalam hatinya. Maka salah satu kunci istiqomah adalah meninggalkan ma’siat dan bertaubat dengan sebenar-benar taubat kepada Allah ta’ala.

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kepada Allah dengan sebenar-benar taubat, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahan kamu dan memasukkan kamu kedalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS:66:8)

6.      Perbanyak Tahajud

Sepertiga malam adalah waktu paling berharga karena di saat itulah Allah turun ke bumi dan mengabulkan permohonan hambaNya yang sungguh-sungguh. Maka bruntunglah orang-orang yang senantiasa menegakkan sholat Tahajud karena ia akan menjadi suatu lentera yang dapat menjaga keimanan seorang muslim.

“Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam”. (QS:51:17)

Dan mari kita berdoa semoga kita senantiasa menjadi hamba yang istiqomah di atas DienNya yang haq. Wallahu A’lam. 

RESENSI BUKU


Judul Buku      : Rahasia Pengobatan dengan Puasa
Pengarang       : Dr. Abdul Majid Ali Dariqoh
Tahun Terbit    : Juli 2011
ISBN               : 978-979-055-162-6
Tebal Buku      : 93 Halaman

HIDUP SEHAT DENGAN PUASA

            Puasa sudah tidak asing lagi di telinga kita. Anjuran untuk berpuasa tidak hanya terdapat pada ajaran Islam saja, tetapi hampir semua agama menganjurkan ritual yang satu ini. Hanya saja cara dan waktu pelaksanaan berbeda.

            Buku yang ditulis oleh Dr. Abdul Majid Ali Dariqah ini, membahas tentang keutamaan puasa, bukan hanya dari sudut pandang agama saja, melainkan dari segi kesehatan dan beberapa pandangan para ilmuan barat tentang puasa.

            Jika ditilik dari sudut pandang agama, maka puasa adalah ibadah wajib yang dikhususkan untuk kaum muslimin pada bulan Ramadhan. Seorang bijak - Luqman Alhakim pernah mengatakan kepada putranya “Wahai anakku, jika perut telah penuh sesak, pikiranmu akan tidur dan nalar kebijaksanaan akan mandeg dan anggota tubuh akan berat untuk melaksanakan ibadah.” Dari kalimat ini dapat kita simpulkan bahwa jika kita terlalu banyak mengisi perut maka itu akan berakibat pada kesehatan ruhani kita, sehingga membuat kita malas. Lebih-lebih untuk melaksanakan ibadah. Inilah salahsatu bukti keutamaan puasa.

            Sayangnya sedikit sekali di antara kita yang menyadari akan pentingnya berpuasa. Padahal ketika kita berpuasa saat itulah fase istirahat bagi organ pencernaan. Sistem pencernaan kita bekerja siang dan malam untuk mencerna makanan yang masuk ke dalamnya. Bahkan tanpa kita sadari kita sering membebani pencernaan dengan mengisinya terlalu banyak. Akibatnya kita akan terserang penyakit mag. Maka tepat jika kita menjadikan puasa sebagai momen pengistirahatan bagi tubuh karena saat berpuasa, kerja organ pencernaan kita pun menjadi lebih ringan.

            Kalaupun pada awal puasa terasa lapar dan kadang-kadang terjadi gangguan urat saraf hingga merasakan lemas, akan timbul fenomena tersembunyi yang jauh lebih baik dan lebih penting setelah itu. Pada saat itu terjadi sirkulasi darah bersamaan dengan terjadinya pembakaran lemak yang tertimbun di bawah kulit lalu ia akan menggerakkan semua urat saraf dengan berbagai variabelnya yang khusus untuk menjaga agar tetap stabil dan berada dalam kondisi sempurna demi menjaga keselamatan fungsi dan kerja jantung. Demikian penjabaran oleh Alexis Karel salahsatu peraih nobel di bidang kedokteran. (Hlm. 5)

            Dalam buku ‘Rahasia Pengobatan dengan Puasa’ ini menyebutkan bahwa puasa juga bermanfaat bagi penderita obesitas. Urdun University mengadakan sebuah riset pengaruh puasa terhadap penurunan berat badan 137 orang Urdun yang telah balig. Peneliti menyimpulkan bahwa puasa Ramadhan merupakan salah satu metode yang baik untuk penurunan berat badan setiap tahun. Hal ini juga merupakan motode aman karena tidak menyebabkan kelemahan pada tubuh seperti yang terjadi pada proses diet lainnya.

            Bulan Ramdhan yang seperti kita ketahui bersama merupakan bulan wajib berpuasa bagi umat Islam adalah bulan yang sangat berkah karena di dalamnya ada proses latihan dan pendidikan yang luar biasa. Bukan hanya melatih kita untuk bersabar tetapi juga merupakan sarana untuk melatih diri dari hal-hal yang berbahaya. Merokok misalnya. Hasil penelitian menyebutkan adanya kolerasi kuat anatara merokok dan kanker paru-paru, kanker mulut, dan kanker laring serta penyakit lainnya. Maka dengan adanya puasa secara otomatis mereka para pecandu rokok dapat meminimalisir bahaya yang ditimbulkan oleh rokok, dan lambat laun disertai tekad yang kuat meraka akan terlepas dari rokok.

            Masih banyak keutamaan-keutaman puasa dari segi kesehatan lainnya yang sangat sayang jika Anda lewatkan. Karena buku ini hadir memberikan kiat-kiat hidup sehat dengan berpuasa kepada pembaca. Dan buku ini mengajak kita untuk merenungkan kembali tentang betapa nikmatnya bepuasa dengan demikian kita pun menjadi senang melakukannya bahkan menjadikannya sebagai suatu kebutuhan.

            “Berpuasalah kalian maka kalian akan menjadi sehat.” (HR. Ahmad)
           
            

HIDUP MULIA DENGAN ILMU



         Miris melihat kenyataan di lapangan saat ini. Semakin hari tingkat pengangguran di negeri ini semakin meninggi saja. Ijazah, titlel sarjana, gelar doktor, bahkan profesor sekalipun seolah tak mempunyai arti lagi di zaman globalisasi seperti saat sekarang ini.
            Lihatlah berapa banyak sarjana jebolan universitas unggulan yang akhirnya menjadi pengangguran, berapa banyak sarjana tunggang langgang mengantarkan surat lamaran dari satu kantor ke kantor lainnya. Belum lagi masalah meningkatnya kriminalitas seiring meningkatnya pengangguran. Di setiap sudut terjadi tawuran yang pelakunya tak lain adalah mahasiswa.
            Lalu bagaimana presfektif Islam dalam hal ini?
            Allah Swt. mewajibkan kepada umat muslim untuk menuntut ilmu.  Sebagaiamana hadits Rasullah SAW. “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam.” (HR. Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik).
            Sungguh Islam adalah agama yang sempurna. Salah satu cara ampuh untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan cara menuntut ilmu. Coba kita perhatikan fenomena saat ini, sering kali kita temukan bahwa tujuan kuliah tak lagi sebagai wadah untuk menuntut ilmu tetapi sebagai ajang berburu gelar. Setiap orang berlomba menembus Perguruan Tinggi Negri (PTN) entah itu dengan cara yang benar maupun dengan cara yang diharamkan sekalipun. Namun pada kenyataaannya orang-orang lebih banyak memilih cara praktisnya saja. Yakni dengan tindakan penyuapan.Seleksi masuk yang digelar pun menjadi sebatas formalitas saja, bagaimana tidak. Jika mereka tak lulus dalam seleksi, mereka tinggal membayar berapa saja yang diminta. Perkara selasai. Universitas impian pun menjadi miliknya.
            Tetapi coba sejenak kita renungkan, bagaimana jadinya generasi yang lahir dari tindak kecurangan. Generasi seperti inilah yang menjadi pemicu meningkatkan pengangguran.
            Apakah sama antara orang yg berilmu dengan orang yang tidak berilmu.”  (QS. Az-Zumar:9)
            Senada dengan firman Swt di atas, jelaslah bahwa Allah tidak pernah memandang kepada gelar yang didapat seorang hamba. Tetapi Allah menilai seseorang berdasarkan ilmu yang dimilikinya. Itulah penyebab mengapa Allah mewajibkan kita menuntut ilmu. Seorang yang berilmu tidak hanya mudah dalam mendapatkan pekerjaan tetapi juga mulia disisi Allah. Seperti firman Allah dalam Surah Mujadalah ayat 11:
            “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam mejelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
            Islam tidak menganjurkan kita untuk menuntut ilmu yang berkaitan dengan agama saja, tetapi juga mendalami ilmu-ilmu lainnya, seperti saints, teknologi, juga tentang kejiwaan sekalipun. Pun Islam memerintahkan kita untuk belajar dari mana saja, tidak hanya dari sekolahan, universitas, atau tempat-tempat formal jenis lainnya. Tetapi ilmu itu bisa didapat dari mana saja, bahkan seorang perampok pun dapat dijadikan guru. Dalam sebuah riwayat diceritakan, suatu hari Hasan Bashri dirampok oleh seseorang. Kemudian Hasan Bashri mengatakan “Ambillah semua hartaku yang kalian inginkan, tetapi jangan ambil bungkusan yang ada di pundakku ini,” karena penasaran perampok tersebut merampasnya. Kemudian tercecerlah buku-buku dari bungkusan tersebut, “Kenapa buku-buku ini begitu berarti bagimu?’ tanya perampok. Hasan Bashri menjawab “Buku adalah sumber ilmu.” Perampok pun berkata, “Ilmu itu di dada, bukan di dalam buku.” Terenyuhlah hati Hasan Bashri mendengarnya. Seorang perampok saja dapat memberikan pelajaran, bagaimana pula dengan kita yang memiliki hati dan pikiran yang lebih jernih. Lagi-lagi kuncinya adalah ilmu. Ibadah tanpa ilmu sudah pasti salah, tetapi ilmu saja pun tanpa pernah beribadah tak bernilai sama sekali.
            “Tuntutlah ilmu tetapi tidak melupakan ibadah. Dan kerjakanlah ibadah tetapi tidak boleh lupa pada ilmu.” (Imam Hasan Al-Bashri)
            Kadangkala kita kerap berpikir bahwa gelar sarjana adalah harga mati kesuksesan. Karena gelar dapat menjamin pekerjaan. Inilah kekeliruan yang fatal. Bukankah sudah jelas bahwa Allah telah menetapkan rezeqi pada setiap hamba-Nya. “Allah melapangkan rezeqi bagi hamba yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang membatasi baginya. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.29:62).
            Sekarang semakin jelaslah bahwa tugas utama kita adalah belajar dan menuntut ilmu karena Allah sangat memuliakan orang-orang yang berilmu, tentunya ilmu yang dapat memberikan rmanfaat kepada semua orang. “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri cina.” Demikian pepatah bijak mengatakan. Menuntut ilmu adalah kewajiban yang amat mulia. Semakin banyak ilmu kita maka semakin mudah pula jalan kita menuju jannah-Nya.
            Abu Hurairah r.a meriwayatakan dari Nabi Muhammad Saw, “Barangsiapa menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Imam Muslim).
            Semoga kita termasuk orang-orang yang gigih dalam mencari ilmu, bukan gigih dalam mencari gelar. Jika orientasi kuliah adalah gelar, maka selamat menjadi pengangguran, tetapi jika orientasi kuliah adalah ilmu, mudah-mudahan Allah meninggikan derajat kita.

MENGENAL TANDA IKHLAS





         Kata ikhlas memilki beragam makna jika didefinisikan secara bahasa. Namun pada dasarnya semua memiliki makna yang sama yakni memurnikan niat hanya untuk Allah SWT semata. Sering kita mengucapkan dan mendengar kata ikhlas. Namun ikhlas memang bukanlah perkara yang mudah untuk kita aplikasikan dalam kehidupan ini. Mengapa? Mungkin di antaranya dikarenakan kita belum mengenal tanda atau ciri dari orang yang dikatakan ikhlas (Mukhlis). Berikut ini beberapa cirinya:

  1. Lebih memandang kekurangan yang ada pada diri sendiri dan memandang orang lain lebih mulia dari kita
Sifat dari kebanyakan kita ketika selesai menunaikan suatu kebaikan adalah merasa lebih baik dari orang lain, merasa kitalah yang paling mulia disisi Allah. Bahkan terkadang kita meremehkan orang lain. Inilah kebiasaan yang sudah seharusnya kita tinggalkan. Karena belum tentu ibadah yang kita lakukan memiliki kebaikan di sisi Allah, malah mungkin sebaliknya, tidak ada nilainya di sisi Allah. Maka inilah salahsatu fungsi mengapa kita dianjurkan untuk selalu mengintropeksi diri.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap yang kamu kerjakan.” (QS. 59:18)

2.      Zuhud dan Qona’ah
Ciri orang yang ikhlas berikutnya adalah adanya sifat zuhud dan Qona’ah.
           Dari Abu Abbas Sahl bin Sa’ad Assa’idi Radhiallahu’anhu berkata: Seorang mendatangi Rasullah SAW, kemudian berkata: “Wahai Rasullah, tunjukkan kepadaku sebuah amalan yang jika aku kerjakan, Allah dan manusia mencintaiku. Maka beliau bersabda “Zuhudlah terhadap dunia maka engkau akan dicintai oleh Allah dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada manusia maka engkau akan dicintai oleh manusia.” (HR.Ibnu Majah dan lainnya dengan sanad hasan)
            Zuhud dan Qona’ah seperti tak dapat dipisahkan karena salahsatu wujud nyata dari zuhud adalah sikap Qona’ah kepada Allah SWT.
Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rezeki yang secukupnya dan Allah menganugerahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezeki yang Allah berikan kepadanya.” (HR. Muslim)

3.      Berupaya menyembunyikan amal kebaikan agar tidak diketahui oleh orang lain
Terkesan sulit memang mengaplikasikan tanda ikhlas yang berikut ini. Kebanyakan kita justru senang menunjukkan amal-amal kita di depan orang lain dengan harapan mendapatkan pujian dari orang lain dengan kata lain riya’. Jadi tak salah jika kita menobatkan orang yang Mukhlis adalah mereka yang senantiasa menyembunyikan kebaikannya dari orang lain.
“Tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari dimana tidak ada naungan selain naungan dari naunganNya yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena Allah, seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata “Sesungguhnya aku takut kepada Allah”, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan  sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah airmatanya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

4.      Tidak mengharapkan balasan dari orang lain
Adapun tanda orang yang ikhlas adalah mereka yang tak pernah kecewa dengan apa yang orang lakukan kepada mereka, senantiasa menebar kebaikan tanpa pernah mengharapkan balasan dari orang lain.
“(sambil berkata), ‘Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridhoan Allah, kami tidak mengharapkan balasan dan terimakasih dari kamu’” (QS: Al-Insan:9)


  1. Menyukai pemberian Allah kepada mu’min lainnya
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain.” (QS: 4: 32)
Jelas ayat di atas melarang kita untuk tidak iri terhadap berbagai kenikmatan yang ada pada saudara kita, dan tidaklah seorang yang mukhlis iri terhadap saudaranya karena sebelumnya sifat qona’ah telah terpatri dalam hatinya.

  1. Sabar menghadapi ujian serta istiqomah dalam kebaikan
Dan terakhir, ciri orang yang ikhlas adalah orang yang mampu bertahan dalam ujian, baik ujian dalam bentuk kesulitan maupun dalam bentuk kenikmatan. Serta mampu istiqomah dalam melakukan kebaikan.
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang berkesinambungan walaupun itu sedikit.” (HR. Muslim)
            Semoga Allah senantiasa menjaga kemurnian niat kita dan memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang ikhlas. Aamiin. Allahu A’lam Bishshowwab

RESENSI BUKU




Judul               : 10 Bersaudara Bintang Al-Qur’an
Pengarang       : Izzatul Jannah, Irfan Hidayatullah
Tahun              : Cetakan keempat, Juni 2010
Penerbit           : Arkan Leema
ISBN               : 9786028096911

MEMBANGUN KELUARGA QUR’ANI

         Menghafal Al-Qur’an bukanlah memang bukanlah hal yang mudah. Bahkan mayoritas dari kita menganggap mustahil untuk bias menghafalkannya secara keseluruhan, mengingat banyaknya surat yang termaktub di dalamnya, terlebih lagi jumlah ayat yang terbilang banyak dari setiap surat. Belum lagi persoalan banyaknya kalimat yang nyaris sama dan berulang-ulang, dan juga permasalahan tajwid dan cara pelafalan. Sedikit saja salah dalam melafalkannya, maka itu akan berakibat fatal, karena sudah memiliki makna yang berbeda. Bisa jadi maknanya baik, bias pula menjadi buruk. Inilah sekelumit persoalan yang terlintas dalam benak kita ketika membahas soal menghafal Al-Qur’an. Tetapi benarkah demikian?

            Buku ’10 Bersaudara Bintang Al-Qur’an’ ini hadir sebagai jawaban persoalan di atas.  Dalam buku ini tersaji kisah pasangan H. Mutamimul ‘Ula, S.H dan Dra. Hj. Wirianingsih yang berhasil mendidik dan menjadikan anak-anaknya mejadi seorang penghafal Al-Qur’an atau yang biasa disebut hafizh. Tentu tidak mudah bagi kedua pasangan ini menjadikan kesepuluh anaknya menjadi pengahafal Al-Qur’an.

            Disebutkan pula dalam buku ini, bahwa diperlukan keyakinan dan tekad yang kuat untuk bisa membangun keluaraga yang cinta  terhadap Al-Qur’an terlebih menghafalkannya. H. Mutamimul ‘Ula selaku kepala rumah tangga tentunya memiliki aturan-aturan yang harus ditaati oleh anaknya-anaknya. Di samping itu, kedua pasangan ini juga punya tekad yang kuat dalam membangun keluarga Qur’ani. Terlihat dari segi kediaman mereka. Mereka tidak membenarkan ada televisi di rumah mereka, hal ini agar hafalan mereka senantiasa terjaga dengan baik.

            Pada awalnya, kesepuluh anak mereka mengakui bahwa peraturan-peraturan yang ada di rumah terlalu berat, tetapi seiring berjalannya waktu dan berkembangnya pemahaman mereka tentang pentingnya menghafal Al-Qur’an, mereka menjadi senang dan menanggap bahwa menjadi seorang hafizh adalah suatu kebutuhan. Terbukti mereka tak hanya berprestasi di bidang agama saja tetapi juga dibidang ilmu pengetahuan dan lainnya.

            Buku terbitan Arkanleema ini juga memuat profil 10 bersaudara ini. Pertama, Afzalurahman Assalaam, Mulai mengahfal sejak usia 5 tahun dan kini sudah hafal 30 juz Kedua, Faris Jihady Hanifa, mengahafal 30 juz dalam waktu 2 tahun 10 bulan ketika berusia 9,5 tahun. Ketiga Maryam Qonitat, ia mulai menghafal ketika usia 6 tahun, dan kini ia sudah hafal 30 juz. Disusul anak keempat bernama Scientia Afifa Taibah yang sudah hafal 26 juz dan mulai mengahafal ketika usianya 5 tahun. Kemudian yang kelima adalah Ahmad Rasikh ‘ilmi mulai menghafal sejak usia 5 tahun dan kini hafal 15 juz. Ismail ghulam Halim adalah anak keenam yang hafal 16 juz. Selanjutnya Yusuf Zaim Hakim, kini sudah hafal 6 juz. Dan yang kedelapan adalah Muhammad Syaihul Basyir, ia juga sudah menyelesaikan hafalannya sebanyak 30 juz. Dan tak kalah juga dengan kedua putra putri terakhir mereka, Hadi dan Hammaty yang kini sudah hafal 2 juz.

            Menariknya lagi, buku ini juga menyajikan bagaimana trik mendidik anak dan membinakeluarga Qur’ani. Selain itu, jika Anda juga berminat menjadi penghafal Al-Qur’an, buku ini hadir memberikan jurus jitu agar Anda bisa menjadi hafizh. 


MERAYAKAN TAHUN BARU YANG ISLAMI



          Perayaan tahun baru semacam sudah tidak asing lagi bagi kita. Berbicara tentang tahun baru, yang muncul di benak kita adalah kembang api, petasan, terompet dan lain sebagainya. Bahkan mayoritas dari kita banyak yang merayakannya dengan pesta dan serangkaian kegiatan lainnya.

            Namun sedikit sekali dari kita yang paham bahwa hal di atas tidaklah dibenarkan dalam Islam. Dan kebanyakan dari kita mengetahui bahwa tahun baru itu jatuh pada tanggal 1 Januari. Padahal tahun baru dalam Islam jatuh pada 1 Muharam. Inilah kekeliuran yang fatal. Lantas pantaskah kita ikut memperingati bahkan merayakan sesuatu yang bukan bagian dari Islam. Firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 36:
            “Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya.”

            Jelas sekali dari ayat di atas Allah melarang kita mengikuti sesuatu yang tidak kita ketahui terlebih mengikuti hal yang jelas banyak mudharatnya. Mulai dari permasalahan petasan. Bunyi petasan hanya dapat menanggu ketenangan orang lain, itu artinya jika kita ikut memeriahkan tahun baru dengan petasan maka kita termasuk orang yang zholim karena telah membuat orang lain terganggu. Kemudian coba kita renungkan sejenak ketika mendengar bunyi petasan, bayangkan saudara-saudara kita di Palestina, bukankah di sana mereka berada dalam situasi yang menakutkan, bunyi petasan serupa dengan bunyi bom, betapa mereka merindukan keheningan dan kedamaian, mengapa kita yang berada di lingkungan yang tenang justru membuat keributan dengan bunyi petasan yang saling silang setiap kali memasuki tahun baru.

            Berlanjut ke permasalahan pesta dan berpergian untuk merayakan tahun baru. Tentu untuk membuat sebuah pesta dibutuhkan biaya yang besar, mengapa kita mau menguras kocek hanya demi sebuah pesta untuk menyambut atau bahkan merayakan tahun baru, yang lagi-lagi pada hakikatnya itu bukan tahun baru Islam.

            “Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” Demikian firman Allah dalam Al-Isra’ ayat 26-27

            Semakin jelaslah bahwa merayakan tahun baru tidak memberikan manfaat sedikitpun. Dan perlu ditegaskan kembali bahwa tahun baru Islam jatuh pada 1 Muharam atau yang biasa disebut tahun baru Hijriyah. Lalu bagimana langkah merayakan tahun baru yang Islami?

            Alangkah baiknya jika momen tahun baru itu kita jadikan momen untuk mengintropeksi diri, mengingat kembali atas semua yang sudah kita perbuat selama setahun lamanya.

            “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap yang kamu kerjakan.’ (QS. 59:18)

            Tidak ada dari kita yang dapat menjamin bahwa dirinya terlepas dari dosa. Itulah sebab mengapa Allah memerintahkan kita untuk terus memuhasabah diri kita. Tidak hanya pada tahun baru saja, tetapi juga pada setiap malam. Memuhasabah diri jauh lebih bermanfaat dibandingkan merayakan tahun baru dengan petasan. Dan Allah sangat mencintai hambaNya yang bertaubat. Sebagaimana firman Allah:

            “(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan (malaikat) yang berada di sekelilingnya bertasbih dengan memuji Tuhannya dan mereka beriman kepadaNya serta memohonkan ampunam untuk orang-orang yang beriman, seraya berkata : “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu yang ada padaMu meliputi segala sesuatu, maka berikanlah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan agamaMu dan peliharalah mereka dari adzab nereka.” (QS: Gafir:7)

            Setelah usai memuhasabah diri ada baiknya jika kita memanfaatkan momentum tahun baru dengan menuliskan target-target kita untuk setahun ke depan, Islam membolehkan kita menuliskan rencana kita ke depan. Meski pada akhirnya rencana Allah itu jauh lebih baik daripada rencana kita. Setiap kita pasti punya target yang berbeda, tuliskan semua target itu pada secarik kertas dengan begitu kita akan tahu apasaja yang harus kita perbuat untuk selanjutnya. Cara ini juga diharapkan dapat membuat kita lebih semangat dan dapat memanfaatkan waktu dengan sebaiknya.

            Tahun baru juga seharusnya dapat mengingatkan kita bahwa maut semakin dekat. Tidak satu pun dari kita yang mengetahui kapan Allah akan memanggil kita, dan masuknya tahun baru juga memiliki arti jatah umur kita berkurang. Dengan kata lain kita dianjurkan untuk senantiasa mengingat kematian, karena kematian selalu mengintai kita.

            “Dimanapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kokoh.” (QS. An-Nisa:78)

            Hidup itu singkat siapa yang dapat menjamin kita dapat hidup sampai terbenamnya matahari. Maka alangkah bodohnya jika kita sibuk dengan urusan duniawi saja.

            Maka mari kita jadikan tahun baru menjadi momen paling penting bagi kita, momen dimana kita bergegas menuju sebuah perubahan yag lebih baik dan menyiapkan diri dengan bekal kebaikan.